Friday, September 7, 2018

CONTOH TUGAS MAKALAH EKONOMI ISLAM


Kebijakan Fiskal



Description: Hasil gambar untuk lambang stain pekalongan
 









Oleh :
ahmad muzaki


SEMESTER I
PROGRAM PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN PEKALONGAN
2016

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,ami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya ,yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,dan inayah-Nya  kepada kami ,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kebijakan Fiskal.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami kmenyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu , kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini dan kami juga berharap semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat terhadap pembaca.

Pekalongan, 16 Oktober 2016



penyusun




DAFTAR ISI





BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar. Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :

1.      Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam perekonomian pasar.
2.      Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa-jasa dalam kehidupan masyarakat.
Contoh: Perusahaan Air Minum
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya. Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.

B.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal?
2.      Apa saja tujuan dan bentuk-bentuk kebijakan fiskal dalam islam?
3.      Apa yang dimaksud dengan kebijakan pengeluaran dan kebijakan pemasukan?
4.      Apa yang dimaksud kebijakan pemasukan terhadap non - Muslim?
5.      Apa saja mekanisme kebijakan fiskal?
6.      Bagaimana kebijakan anggaran belanja?

C.     TUJUAN

1.      Memahami apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal.
2.      Memahami apa saja tujuan dan bentuk-bentuk kebijakan fiskal
3.      Memahami apa yang dimaksud dengan kebijakan pengeluaran dan kebijakan pemasukan.
4.      Memahami kebijakan pemasukan terhadap non – Muslim.
5.      Memahami apa saja mekanisme kebijakan fiskal.
6.      Memahami bagaimana anggaran belanja.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Kebijakan Fiskal

1.      Pengertiannya

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah, dengan kata lain kebijakan fiscal adalah kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Dalam Islam kebijakan fiscal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual padatingkat yang sama. Menurut Profesor R. W. Lindson, “Dalam membuat pengeluaran pemerintah, dan dalam memperoleh pemasukan pemerintah, penentuan jenis, waktu dan prosedur lah yang harus diikuti.”  Tentu saja hal ini diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan fiscal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dapat dipengaruhi melalui insentif atau meniadakan insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran pemerintah).
Jadi, kebijakan fiscal dalam islam secara garis besar adalah kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan Negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomidan social tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah.

2.      Tujuan Kebijakan Fiskal Dalam Islam

Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam akan berbeda dengan penafsiran system ekonomi sekuler. Namun mereka memiliki kesamaan, yaitu sama sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktifitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan hidup manusia.
Pada system ekonomi sekuler, kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Dalam islam, konsep kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan di dunia dan diakhirat dan peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler adalah bebas nilai, dalam system ekonomi islam, nilai moral secara efisien adalah pusatnya. Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk:
a.       Pengalokasian sumber daya secara efisien
b.      Pencapaian stabilitas ekonomi
c.       Mendorong pertumbuhan ekonomi
d.      Pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai
Sebagaimana ditunjukan oleh Faridi dan Salama (2 orang ekonomi muslim) bahwa tujuan ini akan tetap sah diterapkan dalam system ekonomi islam, walaupun penafsiran mereka akan berbeda.
Selanjutnya, kebijakan fiskal dalam ekonomi islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion whitin the country as well as in the world at large” bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi islam, tujuan tujuan tersebut akan menjadi subservient untuk tujuan menanggulangi kaum muslim dan islam sebagai suatu entitas politis dan agama dan dakwah menyebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.

3.      Bentuk-bentuk kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan :
a.       Kebijakan fiscal penstabil otomatik
Bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi.
Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan proporsional, kebijakan harga minimum, dan sistem asuransi pengangguran. Pajak progresif dan pajak proporsional, pajak ini biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan praktekkan hampir disemua negara. Pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Dibeberapa negara sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh. Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
1)      Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
2)      Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.
3)      Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
1)      Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
2)      Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.
3)      Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.
4)      Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).
b.      Kebijakan fiskal diskresioner
langkah-langkah dalam bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.
Pada hakekatnya kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan di dalam tiga bentuk, yaitu :
1)      Membuat perubahan atas pengeluaran pemerintah.
2)      Membuat perubahan atas system pemungutan pajak.
3)      Secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan sistem pemungutan pajak.
Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah dapat memilih salah satu dari beberapa perubahan berikut ini :
1)      Menaikkan pengeluarannya tetapi tidak membuat perubahan apapun atas pajak yang dipungutnya.
2)      Mempertahankan tingkat pengeluarannya tetapi menurunkan pajak yang dipungutnya.
3)      Di satu pihak menaikkan pengeluarannya dan di lain pihak menurunkan pajak yang dipungutnya.
4)      Pengeluaran dan pemungutan pajaknya dinaikkan.

4.      Kebijakan Pengeluaran

Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu yang pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan perintah-perintahyang sangat tepat mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.
Dalam al-Qur`an dikatakan : “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah : “Yang lebih dari keperluan” (Q.S. al-Baqarah 219). Ini bukanlah berarti mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak menentu. Islam bukan hanya mencegah tapi mengutuk pemborosan. Penimbunan juga dikutuk karena dengan demikian kekayaan tak dapat beredar dan mafaat penggunaannya tidak dapat dinikmati si pemakai ataupun masyarakat. Sesungguhnya, seluruh filsafat ekonomi tentang kegiatan tambahan pengeluaran negara adalah membawa surplus kekayaan ke dalam peredaran, dan untuk menjamin distribusi kekayaan berimbang di kalangan semua masyarakat. Hal ini terutama di kalangan fakir miskin, sesuai dengan hak-hak alami serta harta benda pribadi. Tentu saja, sistem perpajakan dalam negara Islam harus dikendalikan oleh prinsip kebajikan dan pemeliharaan untuk si miskin (Mannan, 1997:232).

5.      Kebijakan Pemasukan

Tidak diragukan bahwa terdapat elasitisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal ini dapat disebabkan, karena al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang dikenakan pada berbagai milik kaum muslimin dan juga karena sejarah dini administrasi keuangan Islam itu sendiri. Sejauh mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada memberlakukan kewajiban dan tugas yang dilaksanakan dengan segala kekuasaan yang dapat dimiliki masyarakat.
Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelbihanlah yang memikul beban utama perpajakan. Barangkali karena hal ini, maka pendapatan  tidak dipajak pada sumbernya, atau bila pendapatan ini bertambah, tetapi pada tabungan dan penimbunan yang dipajak (1997: 233).

6.      Kebijakan Pemasukan terhadap Non-Muslim

Sesungguhnya suatu negara islam cenderung memperlakukan kaum Muslimin dan non-Muslimin secara berbeda, dalam hal pengumpulan pemasukan. Bila pemasukan zakat dipungut dari kaum Muslimin dan dikeluarkan bagi kesejahteraan kaum Muslimin dan yang Non-Muslim, maka dapat dipertimbangkan agar negara islam dapat memungut suatu jumlah tertentu dari penghasilan kalangan non-Muslim. Dipungutnya pajak Jizyah dan kharaj selama ada ministrasi keuangan pada waktu islam dini, merupakan pembenaran mengenai hal ini. Di zaman modern pun soal kebijakan penghasilan yang berbeda terhadap kalangan non-Muslim yang mungkin sudah memiliki perdagangan dan perniagaan yang makmur, sehingga merugikan kaum muslimin. Dinilai dari norma keadilan dan persamaan mana pun, hal ini tidak sesuai dengan prinsip umum keadilan sosial.
Pada tahap ini, haruslah jelas diakui bahwa pemungutan zakat mempunyai sanksi ganda-rohani dan duniawi, dan bukan bersifat ganda-religius dan sekular. Kini bila pemasukan Zakat dipungut dari kaum Muslimin dan dikeluarkan untuk kesejahteraan golongan miskin Muslimin maupun non-Muslimin, maka kaum Muslimin bertindak sesuai dengan suruhan Al-qur’an dan dengan demikian melaksanakan kewajiban agama mereka. Kini timbul pertanyaan apakah suatu negara islam modern harus mengenakan suatu jenis pajak kesejahteraan pada minoritas non-Muslim. Penulis menyetujui dikenankanya pajak kesejahteraan  demikian pada kalangan non-Muslim hanya bila ini Khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga non-Muslim hanya bila ini khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga non-Muslim yang miskin di suatu negara islam.

7.      Mekanisme Kebijakan Fiskal

Tujuan dan fungsi yang paling penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali karakteristik fundamental system keuangan dan fiskal dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut:
a.       Kekayaan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
b.      Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
c.       Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat digunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
d.      Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari system perbankan
Jika suatu Negara mengalami defisit anggaran, maka solusi untuk mengatasinya antara lain:
a.       Melakukan pinjaman / utang, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri
b.      Mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang mendesak
c.       Melakukan kebijakan pengeluaran uang ketat
d.      Menaikan tingkat pajak
Didalam islam, tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dipisahkan dari ideology dan keyakinan. Tujuan membawa sanksi, dan sejauh tujuan tujuan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka menjadi keharusan, bukan persoalan tawar menawar, politik, dan untung ungtungan.
Pendayagunaan sumber daya insan secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan system yang islami. Sebab , hal ini tidak hanya membantu pencapaian tujuan kelayakan ekonomi yang luas, melainkan juga menyadarkan manusia akan harga diri yang dituntut oleh status mereka sebagai khalifah Allah.
Konsep islam yang berkaitan dengan penciptaan keadilan social-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan adalah ditempuh dengan built in program melalui zakat, dan sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia. Dengan demikian, hal ini merupakan hal penting bahwa system keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter di rancang semuanya itu pada akhirnya saling kait mengait kedalam nilai nilai islam dan memberikan sumbangan secara positif untuk mengurangi ketidakadilan daripada sebaliknya.

B.     Kebijakan Anggaran Belanja

1.      Anggaran Belanja Zaman Islam Dini

Sebelum melakukan upaya untuk merumuskan suatu kebijakan anggaran belanjauntuk suatu negara islam, baiklah kita memperhatikan sistem anggaran belanja di masa islam dini. Di masa Nabi SAW anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Hal ini sebagian karena telah berubahnya keadaan sosio-ekonomik secara fundamental, dan sebagian lagi karena negara islam yang didirikan dan dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW, dimulai pada tahun pertama Hijrah hanya dalam beberapa jalan di kota kecil adinah. Walaupun dalam Jangka waktu sepuluh tahun sampai akhir hayat Nabi  Muhammad Saw, seluruh Arab dan bagian Palestina Selatan dan Irak berada dibawah yurisdiksinya, namun anggaran tidaklah rumit. Pendapatan Negara berbeda dari tahun ke tahun, dan bahkan dari hari ke hari. Berbagai bagian Negara mengirimkan sejumlah tertentu dari penghasilannya sesudah membayar pengeluaran administratif dan pengeluaran mereka lainnya.

2.      Pengertian Anggaran Belanja Modern

Tidak hanya di masa islam periode awal, tapi di akhir-akhir ini pun ruang lingkup anggaran sangat sempit dan terbatas hingga bila jumlah yang dianggarkan terbelanjakan, para pejabat yang berkepentingan menganggap bahwa tugas mereka telah selesai. Dewasa ini tekanan tidak hanya pada tindakan mengeluarkan uang tetapi, tekananterdapat dalam hubungan antara  pengeluaran dan dipenuhinya rencana-rencana, karena perencanaan dan anggaran dianggap sebagai  opersai yang saling melengkapi. Demikianlah anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan di masa depan dengan tujuan rangkap meningkatkan dan memperbaiki pengelolaan kemasyarakatan di masa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara.
Tetapi konsep modern suatu anggaran ganda melliputi anggaran pendapatan maupun anggaran modal, telah menimbulkan persoalan pokok- persoalan apakah anggaran modal harus berimbang atau tidak.

3.      Negara Islam dan Anggaran Belanja Modern

Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan  perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran.  Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan, dan mencari jalan serta cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak ata dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri. Hal ini berdasarkan alasan sebagai berikut:
a.       Karena berbagai sebab ekonomik dan historik kebanyakan negeri islam(kecuali negeri negeri islam surplus modal kekayaan minyak), baik yang paling kurang berkembang atau sedang berkembang. Sumber daya domestik mungkin tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan perekonomian ini.
b.      Dalam banyak hal modal asing diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya negeri-negeri Islam yang luas sekali.

4.      Anggaran Belanja Defisit dan Pembiayaan Defisit

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa bila penerimaan kurang dari pengeluaran terjadi defisit anggaran. Namun suatu pemerintah mempunyai surplus anggaran, bila penerimaan melebihi pengeluaran, dan bila penerimaan sekarang sama dengan pengeluaran sekarang, terjadi anggaran berimbang.
Maka bila suatu pemerintah melakukan pengeluaran, tanpa menaikkan pajak, pengeluaran ekstranya  dapat disebut dibiayai melalui defisit. Tampaknya terdapat kontroversi di kalangan ahli ekonomi Islam. Beberapa di antaranya mengemukakan bahwa suatu negara islam tidak seharusnya melakukan pembiayaan defisit karena hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan pemerintah meminjam dengan bunga. Pengeluaran yang bertambah ini juga dapat menyebabkan pengeluaran yang boros.

5.      Pemasukan Dalam Negeri

Telah kita lihat bahwa selama masa Islam dini, penerimaan zakat dan sedekah merupakan sumber pokok pendapatan. Jelaslah, dizaman modern, penerimaan ini tidak dapat memenuhi persyaratan anggaran yang berorientasikan pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam. Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya demi kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-Sunnah dengan jelas menyatakan tentang hal ini: “selalu ada yang harus dibayar selain zakat.” Maka Rasulullah Saw. berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan masyarakat. Sabdanya : “kekayaan harus diambil dari si kaya dan dikembalikan kepada si miskin”. (HR. Bukhari).
Setiap warga negara harus menyumbangkan keuangan negara sesuai dengan kemampuanya yaitu sesuai dengan pendapatnya. Menurut prinsip ekonomi, biaya pungutan pajak tidak boleh melebihi pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri. Akan tetapi mengenai masalah zakat, pungutan zakat tidak memerlukan sistem organisasi yang lengkap yang membutuhkan biaya yang besar. Zakat merupakan bentuk ibadah seperti amalan shalat setiap hari atau berpuasa sehingga kebanyakan orang berlomba-lomba mau menunjukkan melaksanakan tanggung jawab ini secepat mungkin.
Terangkum dengan jelas bahwa sistem perekonomian yang mengenai anggaran belanja, menjadi suatu perbedaan yang mendasar mengenai sistem anggaran belanja Islam dengan modern. Islam menitik beratkan pada masalah pelayanan terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan oleh syara’ dan ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran belanja modern lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana dan proyek.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Kebijakan Fiskal; kitab suci  al-Qur`an barangkali adalah satu-satunya yang memuat firman tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan negara secara cermat. Penerimaan zakat yang di pungut dari kaum Muslimin dapat juga dipergunakan untuk kesejahteraan kalangan non-Muslim. Dan Sesungguhnya, bila kita memperhatikan jiwa administrasi keuangan Nabi saw. tidak ada suatu kesulitan pun dalam menyimpulkan bahwa hukum Islam mengenai keuangan negara sangat elastis sehingga dapat diperluas untuk memenuhi persyaratan zaman modern.
Kebijakan Anggaran Belanja; Dalam suatu negara Islam, yang menjadi dasar anggaran tidak lagi penerimaan yang akan menentukan jumlah yang tersedia bagi pengeluaran. Dalam negara islam pengeluaran yang sangat dibutuhkanlah yang akan menjadi dasar dari anggaran.
Kecenderungan Modern dalam Anggaran Belanja; Di tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bentuk baru anggaran telah berkembang, yang terpenting ialah anggaran berdasarkan program dan anggaran berdasarkan prestasi. Di negeri-negeri Islam pada umumnya Anggaran belanja berdasarakan program dan berdasarakan prestasi hanya dapat dilaksanakan bila terdapat prasarana administratif yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana dan tenaga-tenaga ahli lainnya

No comments:

Post a Comment