Kebijakan Fiskal
Oleh :
ahmad muzaki
SEMESTER I
PROGRAM PERBANKAN
SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
IAIN PEKALONGAN
IAIN PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,ami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya ,yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,dan
inayah-Nya kepada kami ,sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Kebijakan Fiskal.
Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami kmenyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari
semua itu , kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini dan kami juga berharap semoga makalah yang telah kami buat ini
dapat bermanfaat terhadap pembaca.
Pekalongan, 16 Oktober 2016
penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan
yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda
dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama
kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem
perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan
sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia
yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian
dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi
masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai
menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta
yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang
terdapat dalam perekonomian pasar. Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah
antara lain :
1. Membuat peraturan-peraturan, dengan
maksud untuk menghindari praktek sehat dalam perekonomian pasar.
2. Secara langsung ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah dilakukan dengan mendirikan
perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa-jasa dalam kehidupan
masyarakat.
Contoh:
Perusahaan Air Minum
Kebijakan fiskal yang dilakukan
pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan
pengeluarannya. Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif
pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi
makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja
pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu,
setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang
penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi
juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat
digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu
potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha
pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan
pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik,
sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus
mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi
perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada,
dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam
dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena
secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi
sistem ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata
dalam penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah
Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan
pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan
vertikal antara manusia dengan Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal?
2.
Apa saja tujuan dan bentuk-bentuk kebijakan fiskal
dalam islam?
3.
Apa yang dimaksud dengan kebijakan
pengeluaran dan kebijakan pemasukan?
4.
Apa yang dimaksud kebijakan pemasukan
terhadap non - Muslim?
5.
Apa saja mekanisme kebijakan fiskal?
6.
Bagaimana kebijakan anggaran belanja?
C. TUJUAN
1. Memahami
apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal.
2. Memahami
apa saja tujuan dan bentuk-bentuk kebijakan fiskal
3. Memahami
apa yang dimaksud dengan kebijakan pengeluaran dan kebijakan pemasukan.
4. Memahami
kebijakan pemasukan terhadap non – Muslim.
5. Memahami
apa saja mekanisme kebijakan fiskal.
6. Memahami
bagaimana anggaran belanja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal
1. Pengertiannya
Kebijakan Fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah, dengan kata lain kebijakan fiscal adalah kebijakan fiskal
adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran
negara.
Dalam Islam kebijakan fiscal
bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi
kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual
padatingkat yang sama. Menurut Profesor R. W. Lindson, “Dalam membuat
pengeluaran pemerintah, dan dalam memperoleh pemasukan pemerintah, penentuan
jenis, waktu dan prosedur lah yang harus diikuti.” Tentu saja hal ini diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Kebijakan fiscal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan
mengawasi perilaku manusia yang dapat dipengaruhi melalui insentif atau
meniadakan insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah
(melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran pemerintah).
Jadi, kebijakan fiscal dalam islam
secara garis besar adalah kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik
penghasilan Negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomidan social
tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam Al-Quran dan
Sunnah.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Tujuan kebijakan fiskal dalam
ekonomi islam akan berbeda dengan penafsiran system ekonomi sekuler. Namun
mereka memiliki kesamaan, yaitu sama sama menganalisis dan membuat kebijakan
ekonomi. Tujuan dari semua aktifitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk
memaksimalkan kesejahteraan hidup manusia.
Pada system ekonomi sekuler,
kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi
individu di dunia ini. Dalam islam, konsep kesejahteraan adalah luas, meliputi
kehidupan di dunia dan diakhirat dan peningkatan spiritual lebih ditekankan
daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler adalah bebas nilai,
dalam system ekonomi islam, nilai moral secara efisien adalah pusatnya. Kebijakan
fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk:
a. Pengalokasian sumber daya secara efisien
b. Pencapaian stabilitas ekonomi
c. Mendorong pertumbuhan ekonomi
d. Pencapaian distribusi pendapatan yang
sesuai
Sebagaimana ditunjukan oleh Faridi
dan Salama (2 orang ekonomi muslim) bahwa tujuan ini akan tetap sah diterapkan
dalam system ekonomi islam, walaupun penafsiran mereka akan berbeda.
Selanjutnya, kebijakan fiskal dalam
ekonomi islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion
whitin the country as well as in the world at large” bahkan walaupun tujuan
pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi islam, tujuan
tujuan tersebut akan menjadi subservient untuk tujuan menanggulangi kaum muslim
dan islam sebagai suatu entitas politis dan agama dan dakwah menyebarluaskan ke
seluruh penjuru dunia.
3. Bentuk-bentuk kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal dapat dibedakan
kepada dua golongan :
a. Kebijakan fiscal penstabil otomatik
Bentuk-bentuk
sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk
menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi.
Penstabil
otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan proporsional, kebijakan
harga minimum, dan sistem asuransi pengangguran. Pajak progresif dan pajak
proporsional, pajak ini biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan
individu dan praktekkan hampir disemua negara. Pada pendapatan yang sangat
rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin
tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan ke atas tambahan pendapatan
yang diperoleh. Dibeberapa negara sistem pajak proporsional biasanya digunakan
untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu
pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh. Jika
ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
1) Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional
(functional finance) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan
melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan
bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
2) Kebijakan pengelolaan anggaran (the
finance budget approach) kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah,
perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.
3) Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis
(the stabilizing budget) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan
melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
Jika
dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran,
kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
1) Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang, adalah
kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
2) Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit yaitu
kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih besar daripada
penerimaan.
3) Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu
kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih kecil dari
penerimaan.
4) Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu
kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran
sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).
b. Kebijakan fiskal diskresioner
langkah-langkah
dalam bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat
perubahan ke atas sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi.
Pada
hakekatnya kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan di dalam tiga bentuk,
yaitu :
1) Membuat perubahan atas pengeluaran
pemerintah.
2) Membuat perubahan atas system pemungutan
pajak.
3) Secara serentak membuat perubahan dalam
pengeluaran pemerintah dan sistem pemungutan pajak.
Untuk
mencapai tujuan ini, pemerintah dapat memilih salah satu dari beberapa
perubahan berikut ini :
1) Menaikkan pengeluarannya tetapi tidak
membuat perubahan apapun atas pajak yang dipungutnya.
2) Mempertahankan tingkat pengeluarannya
tetapi menurunkan pajak yang dipungutnya.
3) Di satu pihak menaikkan pengeluarannya
dan di lain pihak menurunkan pajak yang dipungutnya.
4) Pengeluaran dan pemungutan pajaknya
dinaikkan.
4. Kebijakan Pengeluaran
Kegiatan yang menambah pengeluaran
negara mempunyai dampak tertentu yang pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat.
Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan
perintah-perintahyang sangat tepat mengenai kebijakan negara tentang
pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan
pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai
lapisan masyarakat.
Dalam al-Qur`an dikatakan : “Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah : “Yang lebih
dari keperluan” (Q.S. al-Baqarah 219). Ini bukanlah berarti mengeluarkan uang
untuk hal-hal yang tidak menentu. Islam bukan hanya mencegah tapi mengutuk
pemborosan. Penimbunan juga dikutuk karena dengan demikian kekayaan tak dapat
beredar dan mafaat penggunaannya tidak dapat dinikmati si pemakai ataupun
masyarakat. Sesungguhnya, seluruh filsafat ekonomi tentang kegiatan tambahan
pengeluaran negara adalah membawa surplus kekayaan ke dalam peredaran, dan
untuk menjamin distribusi kekayaan berimbang di kalangan semua masyarakat. Hal
ini terutama di kalangan fakir miskin, sesuai dengan hak-hak alami serta harta
benda pribadi. Tentu saja, sistem perpajakan dalam negara Islam harus
dikendalikan oleh prinsip kebajikan dan pemeliharaan untuk si miskin (Mannan,
1997:232).
5. Kebijakan Pemasukan
Tidak diragukan bahwa terdapat
elasitisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal
ini dapat disebabkan, karena al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang
dikenakan pada berbagai milik kaum muslimin dan juga karena sejarah dini
administrasi keuangan Islam itu sendiri. Sejauh mengenai aspek keuangan
administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi secara berangsur-angsur, mulai
dengan bujukan dan anjuran sampai pada memberlakukan kewajiban dan tugas yang
dilaksanakan dengan segala kekuasaan yang dapat dimiliki masyarakat.
Sistem perpajakan Islam harus
menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai
kelbihanlah yang memikul beban utama perpajakan. Barangkali karena hal ini,
maka pendapatan tidak dipajak pada
sumbernya, atau bila pendapatan ini bertambah, tetapi pada tabungan dan
penimbunan yang dipajak (1997: 233).
6. Kebijakan Pemasukan terhadap Non-Muslim
Sesungguhnya suatu negara islam
cenderung memperlakukan kaum Muslimin dan non-Muslimin secara berbeda, dalam
hal pengumpulan pemasukan. Bila pemasukan zakat dipungut dari kaum Muslimin dan
dikeluarkan bagi kesejahteraan kaum Muslimin dan yang Non-Muslim, maka dapat
dipertimbangkan agar negara islam dapat memungut suatu jumlah tertentu dari
penghasilan kalangan non-Muslim. Dipungutnya pajak Jizyah dan kharaj selama ada
ministrasi keuangan pada waktu islam dini, merupakan pembenaran mengenai hal ini.
Di zaman modern pun soal kebijakan penghasilan yang berbeda terhadap kalangan
non-Muslim yang mungkin sudah memiliki perdagangan dan perniagaan yang makmur,
sehingga merugikan kaum muslimin. Dinilai dari norma keadilan dan persamaan
mana pun, hal ini tidak sesuai dengan prinsip umum keadilan sosial.
Pada tahap ini, haruslah jelas
diakui bahwa pemungutan zakat mempunyai sanksi ganda-rohani dan duniawi, dan
bukan bersifat ganda-religius dan sekular. Kini bila pemasukan Zakat dipungut
dari kaum Muslimin dan dikeluarkan untuk kesejahteraan golongan miskin Muslimin
maupun non-Muslimin, maka kaum Muslimin bertindak sesuai dengan suruhan
Al-qur’an dan dengan demikian melaksanakan kewajiban agama mereka. Kini timbul
pertanyaan apakah suatu negara islam modern harus mengenakan suatu jenis pajak
kesejahteraan pada minoritas non-Muslim. Penulis menyetujui dikenankanya pajak
kesejahteraan demikian pada kalangan
non-Muslim hanya bila ini Khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga
non-Muslim hanya bila ini khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga
non-Muslim yang miskin di suatu negara islam.
7. Mekanisme Kebijakan Fiskal
Tujuan dan fungsi yang paling
penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali karakteristik
fundamental system keuangan dan fiskal dalam ekonomi islam adalah sebagai
berikut:
a. Kekayaan ekonomi yang luas berlandaskan
full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
b. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan
distribusi pendapatan dan kesejahteraan
c. Stabilitas dalam nilai uang sehingga
memungkinkan medium of exchange dapat digunakan sebagai satuan perhitungan,
patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
d. Penagihan yang efektif dari semua jasa
biasanya diharapkan dari system perbankan
Jika suatu Negara mengalami defisit
anggaran, maka solusi untuk mengatasinya antara lain:
a. Melakukan pinjaman / utang, baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri
b. Mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan
anggaran yang mendesak
c. Melakukan kebijakan pengeluaran uang
ketat
d. Menaikan tingkat pajak
Didalam islam, tujuan yang hendak
dicapai tidak dapat dipisahkan dari ideology dan keyakinan. Tujuan membawa
sanksi, dan sejauh tujuan tujuan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah, maka menjadi keharusan, bukan persoalan tawar menawar, politik, dan
untung ungtungan.
Pendayagunaan sumber daya insan
secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan system
yang islami. Sebab , hal ini tidak hanya membantu pencapaian tujuan kelayakan
ekonomi yang luas, melainkan juga menyadarkan manusia akan harga diri yang
dituntut oleh status mereka sebagai khalifah Allah.
Konsep islam yang berkaitan dengan
penciptaan keadilan social-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan
kesejahteraan adalah ditempuh dengan built in program melalui zakat, dan
sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai
dengan konsep persaudaraan umat manusia. Dengan demikian, hal ini merupakan hal
penting bahwa system keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter di
rancang semuanya itu pada akhirnya saling kait mengait kedalam nilai nilai
islam dan memberikan sumbangan secara positif untuk mengurangi ketidakadilan
daripada sebaliknya.
B. Kebijakan Anggaran Belanja
1. Anggaran Belanja Zaman Islam Dini
Sebelum melakukan upaya untuk
merumuskan suatu kebijakan anggaran belanjauntuk suatu negara islam, baiklah
kita memperhatikan sistem anggaran belanja di masa islam dini. Di masa Nabi SAW
anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Hal ini sebagian
karena telah berubahnya keadaan sosio-ekonomik secara fundamental, dan sebagian
lagi karena negara islam yang didirikan dan dilaksanakan oleh Nabi Muhammad
SAW, dimulai pada tahun pertama Hijrah hanya dalam beberapa jalan di kota kecil
adinah. Walaupun dalam Jangka waktu sepuluh tahun sampai akhir hayat Nabi Muhammad Saw, seluruh Arab dan bagian
Palestina Selatan dan Irak berada dibawah yurisdiksinya, namun anggaran
tidaklah rumit. Pendapatan Negara berbeda dari tahun ke tahun, dan bahkan dari
hari ke hari. Berbagai bagian Negara mengirimkan sejumlah tertentu dari
penghasilannya sesudah membayar pengeluaran administratif dan pengeluaran
mereka lainnya.
2. Pengertian Anggaran Belanja Modern
Tidak hanya di masa islam periode
awal, tapi di akhir-akhir ini pun ruang lingkup anggaran sangat sempit dan
terbatas hingga bila jumlah yang dianggarkan terbelanjakan, para pejabat yang
berkepentingan menganggap bahwa tugas mereka telah selesai. Dewasa ini tekanan
tidak hanya pada tindakan mengeluarkan uang tetapi, tekananterdapat dalam
hubungan antara pengeluaran dan
dipenuhinya rencana-rencana, karena perencanaan dan anggaran dianggap sebagai opersai yang saling melengkapi. Demikianlah
anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang
harus dilaksanakan di masa depan dengan tujuan rangkap meningkatkan dan
memperbaiki pengelolaan kemasyarakatan di masa depan, maupun melenyapkan
kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara.
Tetapi konsep modern suatu anggaran
ganda melliputi anggaran pendapatan maupun anggaran modal, telah menimbulkan
persoalan pokok- persoalan apakah anggaran modal harus berimbang atau tidak.
3. Negara Islam dan Anggaran Belanja Modern
Negara Islam modern harus menerima
konsep anggaran modern dengan perbedaan
pokok dalam hal penanganan defisit anggaran.
Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak
diperlukan, dan mencari jalan serta cara-cara untuk mencapainya, baik dengan
rasionalisasi struktur pajak ata dengan mengambil kredit dari sistem perbankan
atau dari luar negeri. Hal ini berdasarkan alasan sebagai berikut:
a. Karena berbagai sebab ekonomik dan
historik kebanyakan negeri islam(kecuali negeri negeri islam surplus modal
kekayaan minyak), baik yang paling kurang berkembang atau sedang berkembang.
Sumber daya domestik mungkin tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan
perekonomian ini.
b. Dalam banyak hal modal asing diperlukan
untuk memanfaatkan sumber daya negeri-negeri Islam yang luas sekali.
4. Anggaran Belanja Defisit dan Pembiayaan Defisit
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa
bila penerimaan kurang dari pengeluaran terjadi defisit anggaran. Namun suatu
pemerintah mempunyai surplus anggaran, bila penerimaan melebihi pengeluaran,
dan bila penerimaan sekarang sama dengan pengeluaran sekarang, terjadi anggaran
berimbang.
Maka bila suatu pemerintah
melakukan pengeluaran, tanpa menaikkan pajak, pengeluaran ekstranya dapat disebut dibiayai melalui defisit.
Tampaknya terdapat kontroversi di kalangan ahli ekonomi Islam. Beberapa di
antaranya mengemukakan bahwa suatu negara islam tidak seharusnya melakukan
pembiayaan defisit karena hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan pemerintah
meminjam dengan bunga. Pengeluaran yang bertambah ini juga dapat menyebabkan
pengeluaran yang boros.
5. Pemasukan Dalam Negeri
Telah kita lihat bahwa selama masa
Islam dini, penerimaan zakat dan sedekah merupakan sumber pokok pendapatan.
Jelaslah, dizaman modern, penerimaan ini tidak dapat memenuhi persyaratan
anggaran yang berorientasikan pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam.
Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya
demi kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-Sunnah dengan jelas
menyatakan tentang hal ini: “selalu ada yang harus dibayar selain zakat.” Maka
Rasulullah Saw. berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan
masyarakat. Sabdanya : “kekayaan harus diambil dari si kaya dan dikembalikan
kepada si miskin”. (HR. Bukhari).
Setiap warga negara harus
menyumbangkan keuangan negara sesuai dengan kemampuanya yaitu sesuai dengan
pendapatnya. Menurut prinsip ekonomi, biaya pungutan pajak tidak boleh melebihi
pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri. Akan tetapi mengenai masalah zakat,
pungutan zakat tidak memerlukan sistem organisasi yang lengkap yang membutuhkan
biaya yang besar. Zakat merupakan bentuk ibadah seperti amalan shalat setiap
hari atau berpuasa sehingga kebanyakan orang berlomba-lomba mau menunjukkan
melaksanakan tanggung jawab ini secepat mungkin.
Terangkum dengan jelas bahwa sistem
perekonomian yang mengenai anggaran belanja, menjadi suatu perbedaan yang
mendasar mengenai sistem anggaran belanja Islam dengan modern. Islam menitik
beratkan pada masalah pelayanan terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan
oleh syara’ dan ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi pandangan agama
Islam. Berbeda dengan anggaran belanja modern lebih menekankan pada suatu
campuran rumit antara rencana dan proyek.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan Fiskal; kitab suci al-Qur`an barangkali adalah satu-satunya yang
memuat firman tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan negara
secara cermat. Penerimaan zakat yang di pungut dari kaum Muslimin dapat juga
dipergunakan untuk kesejahteraan kalangan non-Muslim. Dan Sesungguhnya, bila
kita memperhatikan jiwa administrasi keuangan Nabi saw. tidak ada suatu
kesulitan pun dalam menyimpulkan bahwa hukum Islam mengenai keuangan negara
sangat elastis sehingga dapat diperluas untuk memenuhi persyaratan zaman
modern.
Kebijakan
Anggaran Belanja; Dalam suatu negara Islam, yang menjadi dasar anggaran tidak
lagi penerimaan yang akan menentukan jumlah yang tersedia bagi pengeluaran.
Dalam negara islam pengeluaran yang sangat dibutuhkanlah yang akan menjadi
dasar dari anggaran.
Kecenderungan Modern dalam Anggaran
Belanja; Di tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bentuk baru anggaran telah
berkembang, yang terpenting ialah anggaran berdasarkan program dan anggaran
berdasarkan prestasi. Di negeri-negeri Islam pada umumnya Anggaran belanja
berdasarakan program dan berdasarakan prestasi hanya dapat dilaksanakan bila
terdapat prasarana administratif yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli
ekonomi, perencana dan tenaga-tenaga ahli lainnya
No comments:
Post a Comment